Sekilas Sejarah Lahirnya Muslimat NU


K
emunculan organisasi Muslimat NU dapat dikatakan bermula sejak Kongres ke-13 Nahdlatul Ulama (NU) di Menes, Banten, pada 1938. Banyak kalangan Nahdliyin menganggap, kongres tersebut istimewa.


Sebab, untuk pertama kalinya tampil representasi Muslimah. Dokumentasi rapat akbar itu menyebutkan, “Pada hari Rebo ddo: 15 Juni ’38, sekira poekoel 3 habis dhohor telah dilangsoengkan openbare vergadering (dari kongres) bagi kaoem iboe, […] Tentang tempat kaoem iboe dan kaoem bapak jang memegang pimpinan dan wakil-wakil pemerintah adalah terpisah satoe dengan lainnja dengan batas kain poetih.

Di atas podium, dua orang Muslimah tampil. Mereka adalah Nyonya R Djuaesih dan Nyonya Siti Sarah. Keduanya berbicara tentang perlunya wanita Nahdliyin untuk memeroleh hak yang sama dengan laki-laki dalam menerima pendidikan agama melalui organisasi NU.

Sesudah pelaksanaan Kongres NU di Menes itu, kaum perempuan secara resmi diterima menjadi anggota NU. Meskipun begitu, sifat keanggotannya masih sebagai penyimak atau pengikut saja, belum bisa menduduki kursi kepengurusan.

Sejak berdiri pada 1926, NU menjadi organisasi Islam yang hanya diisi anggota dari kaum laki-laki. Para ulama setempat pada saat itu masih menyepakati, belum masanya perempuan aktif di dalam organisasi.

Barulah ketika Kongres NU ke-15 di Surabaya pada 1940, keadaannya mulai inklusif. KH Dahlan Pasuruan dan sahabat-sahabatnya gencar melakukan lobi kepada para pengurus NU untuk menyatukan suara tentang pentingnya memberi ruang kepada Muslimah yang ingin aktif di organisasi tersebut.

Usulan Kiai Dahlan pun sampai ke PB Syuriah. Akhirnya, dia berhasil mendapatkan persetujuan dari Hadratus Syekh Hasyim Asy’arie dan KH A Wahab Chasbullah. Untuk selanjutnya, pembicaraan beralih ke soal perumusan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi untuk perempuan NU. Dalam hal ini, KH Dahlan dibantu Aziz Dijar.

Pada penutupan Kongres NU ke-16 di Purwokerto, Jawa Tengah, secara resmi Nahdloetul Oelama Muslimat (NOM) dibentuk. Peristiwa itu terjadi pada 29 Maret 1946. NOM bervisi sebagai wadah perjuangan wanita Islam ahlus sunnah wa al-jamaah (aswaja) yang berkiprah untuk agama, bangsa dan negara.

Chadidjah, yakni istri Kiai Dahlan Pasuruan, dipercaya sebagai ketuanya. Jabatan itu terus diembannya hingga dua tahun berikutnya. Pada Muktamar NU ke-19 di Palembang, Sumatra Selatan, tanggal 28 Mei 1952, NOM diubah menjadi badan otonom di bawah NU. Namanya diganti menjadi Muslimat NU.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arti Lambang NU

BADAN OTONOM NAHDLATUL ULAMA